Total Tayangan Halaman

Senin, 07 Februari 2011

KH. M. Moenauwir Krapyak Sang Qur'ani

KH. Moehamad Moenauwir adalah putra kedua dari delapan bersaudara, yang dilahirkan dikampung Kauman kodya Yogyakarta, dari pasangan KH. Abdullah Rosyad bin KH. Hasan Bashori atau Kasan Besari dengan Ibu Khodijah.
Dari dulu KH. Abdullah Rosyad dan kakeknyaKH. Hasan Baseri mempunyai cita-cita yang sama yaitu agar dapat hapal Al-Qur’an bil ghoib. Keduanya sudah berusaha sekuat tenaga dengan melakukan riadhoh dan mujahadah namun, cita-cita keduanya tidak tercaapai. Dalam riadloh dan mujahadah yang dijalaninya keduanya mendpatkan ilham yang sama, bahwa yang akan dianugrahi hafal Al-Qur’an adalah keturunannya (anak cucuknya.)
Hal tersebut menjadi kenyataan setelah lahirnya seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Moenauwir bin Abdullah Rosyad. Pada dirinya terdapat tanda-tanda tersebut. Terutama menginjak usia muda dalam hal menghafal Al-Qur’an dalam setiap kesempatan mengetahui akan bakat dan minat yang ada pada diri sang putra dalam belajar Al-Qur’an.
KH. Abdullah Rosyad tidak bosan-bosan memberikan dorongan dan semangat. Sehingga pada suatu hari sang ayah menjajinkan sebesar Rp 150, jika dalam tempo satu minggu dapat menghatamkan Al-Qur’an satu kali dan ternyata sang putra dapat menjalankan dengan baik dan tepat waktu.
Meskipun tanpa hadiah lagi Moenauwir muda terus terus menghatamkan Al-Qur’an sampai berulang-ulang tanpa rasa bosan. Kehandalan dalam menekuni Al-Qur’an ini terlihat ketika masih mondok di bagkalan (KH. Kholil). KH. Kholil sendiri mengakui kehandalan Moenauwir dalam membaca Al-Qur’an ketika baru berusia 10 tahun. Dia dipercaya menjadi imam shalat dengan dimakmumi oleh KH. Kholil dan para santrinya.
Pendidikan kh Moenauwir
Dalam menuntut ilmu agama, KH. Muhammad Moenawar tidak hanya sekedar mempelajari ilmu Al-Qur’an dan menghafalnya saja. Akan tetapi beliau juga telah mempelajari ilmu-ilmu lain dari para kiyai terkemuka saat itu setelah belajar pada ulama-ulama tersebtu pada, Tahun 1888 KH. Muhammad Moenauwir meneruskan belajar di Arab Saudi dan Madinah di kedua kota ini, KH Muhammad Moenauwir menetap dan belajar , kurang lebih selama 21 Tahun. Dan selama 16 Tahun di Mekah KH. Muhammad Moenawar mengkhususkan belajar pada bidang Al-Qur’an dan cabang-cabangnya diantara para guru beliau adalah Syekh Abdul Hasan Sanqoro Syekh Syabrini dll.
Selain berhasil menghapal Al-Qur’an dengan lanyah KH. Muhammad Moenauwir juga behasil menghafalkan Al-Qur’an dengan Qira’ah Sab’ah, sehingga beliau memperoleh sanad Muttawatir dan sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal tersebut dilakukan oleh KH Moenauwir semata-mata untuk menguji tingkat keberhasilan (kelanyahannya) dalam menghafal Al-Qur’an yang tidak semua orang bisa melakukannay semua ini. Semua keberhasilan beliau tersebut tidak terlepas dari usaha dan doa kedua orang tua serta kakeknya. Setelah 16 Tahun tinggal di Mekah dan berhasil menguasai Al-Qur’an dan cabang-cabangnya, lalu KH. Muhammad Moenauwir pergi ke Madinah di kota ini beliau tinggal selama 5 tahun dan belajar ilmu-ilmyu syartiat seperti Tauhid Fiqih dan Bahasa beserta cabang-cabang ilmu lainnya. Setelah bermukim di arab saudi KH Muhammad Moenauwir kembali ke Indonesia dan langsung menuju kampung halamannya yakni kauman yogyakarta. Disini beliau menyelanggarakan pengajian Al-Qur’an yang ditempatkan disebuah langgar kecil milik beliau.
Merintis berdirinya pondok pesantren
Kedalaman ilmu yang dimiliki KH. Moenauwir baik masih tinggal dimakkah maupun setelah tinggal dikampung halamannya dan sudah tertlihat keberhasilan dalam pengalamnnya menjadi daya tarik tersendiri seorang kiyai besar Gedongan Cirebon yang bernama KH. Said, beliau sangat kagum pada KH. M. Moenauwir, oleh karena itulah, KH. Said memberikan saran kepada KH. Moenauwir agar mengembangkan ilmunya ditempat yang lebih luas lagi dari pada dikampungnya, yakni mendirikan pesantren.
Setelah mempertimbangkan secara cermat dan berniat sungguh-sungguh untuk pindah KH. M. Moenauwir menemukan sebuah tempat yang dinilai strategis untuk mendirikan pesantren yakni krapyak beliau membeli tanah tersebut dengan uang amal dari KH. Said.
Demikian pada akhir tahun 1909 M KH. M Moenauwir merintis berdirinya pondok pesantren yang kemudian dikenal pondok pesantren krapyak Yogyakarta
Kepribadian KH. Moenauwir
Demikian juga KH. Moenauwir , beliau merupakansatu sosok pribadi seorang muslim yang berhasil dalam menempuh hidupnya didunia dengan menandukan unsur ibadah dan akhlak secara istiqomah.selain istiqomah mengajarkan Al-Qur’an pada siang hari sebagai amal kesehariannya, setiap ba’da ashar, subuh, bepergian dan waktu dirumah selalu mewiridkan Al-Quran beliau selalu menghatamkan Al-quran satukali dalam satu minggu.
Muru’ah dan Qona’ah
Amaliyah keseharian KH. M Moenauwir yang biasa dikerjakan adalah tidak pernah membuka tutup kepala, dalam berpakaian beliau selalu berpakaian sederhana. Pergaulan KH. M. Moenauwir terhadap santri-santri selain dilakukan dengan dilibatkan mereka secara langsung baik urusan rumah tangga, maupun dalam urusan pribadi dan tidak formal.
KH. M Moenauwir wafat
Tanggal 11 Jumadil Akhir 1360H atau 6 Juli 1942 M bertepatan dengan hari jum’at KH. M Moenauwir menghembuskan nafas terakhir. Kurang lebih 33 tahun mengasuh pondok pesantren, KH. M. Moenauwir meninggalkan pondok pesantren yang merupkan tonggak pemisah suasana dareah krapyak, maka tidak mengherankanapabila para petakziyah datang tanpa henti dan sekaligus melaksanakan shalat ghaib secara bergantian.
Pada hari wafat KH. M. Moenaeir, jalanpun penuh sesak dengan petakziyah yang datang dari berbahgai daerah dan golongan, jenazah beliau diantar oleh petakziyah kurang lebih sepanjang 2 KM, mulai Krapyak hingga Makbaroh Beliau (Dongkelan).

0 komentar:

Posting Komentar

SOPAN, tidak mengandung syara

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Elf Coupons