Total Tayangan Halaman

Jumat, 11 Maret 2011

Kartini dan Sastra

Kartini dan Sastra
Oleh: Dede Jalaludin El-Kamil
Diamlah djangan mengaduh, djangan mengeluh, djangan meratap. Mendo’a itu jang kukehendaki, mendo’a belaka tiada terputus-putusnya, moga-moga kami tetap seperti dahulu; periang dan pertjaja apa djuapun gerakan akan menimpa diri kami dikemudian hari, djangan berputus asa, dan djangan menyesali untung, djanganlah hilang kepertjajahan hidup. Kesengsaraan itu membawa nikmat. Tidak ada jang terdjadi berlawanan dengan rasa kasih.
Jang hari ini terasa terkutuk, besoknja ternjata rahmat cobaan itu adalah pendidikan tuhan!
Surat kartini kepada njonja Abendanon pada 4 djuli 1903
Pada masa nenek moyang kita dijajah Belanda selama ratusan tahun dulu, telah banyak wanita-wanita pejuang kemerdekaan yang lahir. Sebut saja Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Laksamana Malahayati, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda-beda, demi kemerdekaan dan kejayaan bangsa ini. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada juga yang melalui organisasi maupun cara lainnya.
Peringatan hari Kartini sebagai momen mengenang perjuangan kebangkitan kaum perempuan yang tidak lepas dari kebangkitan bangsa Indonesia disamping itu juga untuk mendorong peran serta perempuan dalam kepedulian sosial, bagi kaum perempuan hari kartini merupakan hari yang bersejarah. Dan perlu diketahui bahwa peran perempuan dalam kehidupan saat ini cukup penting.
Dibalik tulisan “Habis Gelap Terbitlah Terang” ini bermulia Ketika Kartini berkunjung kerumah pamannya Saat itu sedang berlangsung pengajian bulan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama Raden Ayu dari balik Khitab (tabir). Kartini tertarik kepada materi yang sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat, ulama besar yang sering memberikan pengajian di beberapa kabupaten di sepanjang pesisir utara. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya untuk menemui Kyai Saleh Darat.
Tertegun sang Kyai mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis. Kyai Saleh Darat paham betul akan maksud pertanyaan yang diajukan Kartini karena sebelumnya pernah terlintas dalam pikirannya. Singkat cerita tergugahlah sang Kyai untuk menterjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Dan ketika hari pernikahan Kartini tiba, Kyai Saleh Darat memberikan kepadanya terjemahan Al Qur’an juz pertama. Mulailah Kartini mempelajari Al Qur’an. Tapi sayang sebelum terjemahan itu rampung, Kyai Saleh Darat berpulang ke rahmatullah.
(Minadzdzulumaati Ilaan Nuur), yang bermakna “Dia mengeluarkan mereka dari zaman kegelapan kepada Cahaya “Akan lebih banyak lagi yang saya kerjakan untuk bangsa ini bila saya ada di samping seseorang laki-laki yang cakap, yang saya hormati, yang mencintai rakyat rendah sebagai saya juga. Lebih banyak, kata saya, daripada yang dapat kami usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri“[Habis Gelap Terbitlah Terang)
Dari goresan tangan dan semangat kartini tersebut maka menumbuhkan ide-ide dari beberapa penulis atau novelis
Dari beberapa banyak karya sastra yang menceritakan semangat perjuangan tentang hidup seorang perempuan terhadap imipan maupun perlawanan masih sedikit diantara judul novel atau karya sastra lain yang menceritakan semangat perjuangan seorang perempuan diantaranya novel Laskar Pelangi yang menceritakan sosok Ical sebagai pemeran utama dalam novel tersebut. Tetapi disana terdapat tokoh Ibu guru, namanya Muslimah, dinovel tersebut sosok Bu Muslimah sangat pening, karena motivator, yang memberikan dorongan semangat agar tetap semangat belajar walaupun distuasi sulit dan disekolah yang memang dapat dikatakan tidak layak dinamakan tempat belajar. Akan tetapi melalui motivasi yang diberikan Bu Muslimah tersebut Sang Laskar Pelangi bisa meraih mimpinya yang dituangkan dalam novel keduanya yang berjudul Sang Pemimpi karya Andera Hirata begitupula novel yang bergenre religi berjudul Perempuan Berkalung Sorban dan Menembus Impian buah karya Abidah El-Khalieqy, dari kedua karyanya tersimpan makna semangat seorang pejuang perempuan yakni RA. Kartini yang dituangkan dalam sebuah karya fiksi.
Lihatlah seperti novel yang berjudul Perempuan Berkalung Sorban dimana seorang anak yang bernama Nisa ditentang oleh ayahnya sang adiraja untuk melanjukan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, karena satu hal dia seorang perempuan. Tetapi dengan semangat dan Perjuangannya akhirnya sang ayah lunak juga terhadap keinginan sang anak untuk mendapatkan semua itu Nisa dalam tokoh tersebut mampu berjuang keras. Begitu juga dengan novel Menembus Impian dan cerita pendek yang berjudul “Aku Tak Sehebat Kartini”. Menceritakan tentang sosok perempuan yang ingin meraih mimpinya dengan kerja keras dan semangat RA. Kartini yang ada dalam dirinya maka mimpinya terwujud. Dari sini jelaslah bahwa para wanita sesuai fakta sejarah tidak ikut serta membentuk pasukan militer seperti yang dilakukan kaum lelaki di medan perang. Dan secara hukum mereka tidak diwajibkan memenuhi panggilan perang sebagaimana kaum lelaki.
Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah
“Aku ikut berperang bersama Nabi sebanyak tujuh kali aku menggantikan mereka dalam menjaga perbekalan aku buatkaan mereka makanan aku obati mereka yang terluka dan aku menjaga mereka yang sakit.”
Membuat makanan mengobati orang terluka dan menjaga orang sakit adalah pekerjaan yang memang sesuai dengan kodrat wanita. Di masyarakat manapun memang itulah peranan yang seyogyanya di perankan oleh wanita. Dan perlu digarisbawahi keikutsertaan wanita dalam melakukan hal-hal di atas dalam suasana perang hanyalah sunnah tidak wajib.
Jadi, perjuangan seorang Kartini tidak hanya melalui pendidikan dan emansipasi saja akan tetapi melalui sebuah karya sastra juga terbukti dari beberapa surat yang dikirim kepada Stella dan lainnya yang tulisannya tersusun indah mengandung makna. Dalam surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi
Oleh karenanya, kita memandang perjuangan Kartini bukan hanya sebagai pejuang pendidikan dan emansipasi saja. Akan tetapi, melalui Sastra Kartini menebar semangat berkarya.

Senin, 07 Maret 2011

KH. RADEN MA'MUN NAWAWI


Beliau dilahirkan di kampung Cibogo pada hari Kamis bulan Jumadil Akhir 1334 H/1915 M. pada usia 13 tahun beliau tamat sekolah dengan hasil diploma satu. pada usia 15 tahun beliau melanjutkan pesantren ke sempur plered sampai 7 tahun.kemudian dilanjutkan ke Mekkah Musyarofah selama 2 tahun. Selama di Mekkah beliau berguru pada lebih dari 13 Muallif, di antaranya Sayyid Alwi Al-Maliki dan Mama KH. Mukhtar Athorid Al-Bogori. sekembalinya dari Mekkah beliau melanjutkan studinya ke Jawa ( usia 24 tahun) di Jombang Kediri di bawah asuhan Hadrotus Syaikh Hasyim Asy'ari, kemudian ke Syaekh Ihsan Jampes dan yang lainnya selama setahun.
Beliau belajar falak ke Habib Utsman Jakarta,Termas Jatim dan Mualif Kitab Sullamunnayyiroin.

Pada usia 25 tahun muqim di kampung Maja Pandeglang selama 2 tahun.Kemudian kembali ke Kampung asal Cibogo Cibarusah pada tahun 1359 H/1940 M mendirikan Pondok Pesantren Al-Baqiyatussholihat tepatnya pada bulan Rajab 1359 H.
Beliau wafat pada malam Jum'at 26 Muharram 1395 H jam 01.15 bertepatan tanggal 7 Februari 1975 M di Cibogo pada usia 61 tahun.

Peninggalan beliau adalah Pondok Pesantren yang saat ini diteruskan oleh putranya KH.Jamaludin Nawawi. beliau juga meninggalkan karya-karya tulis di antaranya At-Taisir Fi Ilmi Falak, Bahjatul Wudhuh,Manasik Haji, Khutbah JUm'at,Kasyful Humum, Majmu'atu da'wat, Risalah Zakat, syair qiyamat, Risalah Syurbuddukhon dll.

Pada masa perang kemerdekaan beliau juga mengadakan pelatihan militer santri Hizbullah di Cibarusah yang kemudian di kirim ke Bekasi untuk menghadapi tentara sekutu secara frontal di bawah komandan yang juga temen seperjuangannya yang dikenal sebagai macan dari Bekasi yaitu KH.Nur'Ali yang baru-baru ini mendapatkan gelar pahlawan nasional.
(baca sedikit)
Beliau dilahirkan di kampung Cibogo pada hari Kamis bulan Jumadil Akhir 1334 H/1915 M. pada usia 13 tahun beliau tamat sekolah dengan hasil diploma satu. pada usia 15 tahun beliau melanjutkan pesantren ke sempur plered sampai 7 tahun.kemudian dilanjutkan ke Mekkah Musyarofah selama 2 tahun. Selama di Mekkah beliau berguru pada lebih dari 13 Muallif, di antaranya Sayyid Alwi Al-Maliki dan Mama KH. Mukhtar Athorid Al-Bogori. sekembalinya dari Mekkah beliau melanjutkan studinya ke Jawa ( usia 24... (baca lebih banyak)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Elf Coupons